Berikutnya, langsung dicari alternatif lokasi lain. Tim survei pun diterjunkan ke sejumlah lokasi baru yang dinilai potensial. Dalam pengamatannya, selama puluhan tahun para petani di belahan utara Nganjuk mengandalkan fasilitas pasokan air baku sawah dari Waduk Kali Bening yang berada di Saradan, Kabupaten Madiun. Ditambah, sekitar tahun 2010, juga datang aspirasi dari masyarakat petani dan pengguna air di Kecamatan Rejoso dan Kecamatan Gondang. Mereka rupanya juga sudah lama mendambakan bendungan baru dibangun di wilayah setempat.
Melihat hal itu, tekad untuk membangun bendungan semakin bulat. Sampai kemudian menentukan lokasi di sekitar Sungai Semantok, yang berada di Desa Sambikerep dan Desa Tritik, Kecamatan Rejoso.

Pada tahun 2010 sampai 2011, anggaran dialokasikan untuk pelaksanaan DED dengan menggunakan pos biaya APBD. Saat itu konsultan yang pertama kali melaksanakan adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama PT Indra Karya.
Berikutnya, karena hasil DED dinilai positif dan layak, kemudian proses perencanaan pembangunan Bendungan Semantok ditindaklanjuti oleh PT Virama Karya pada tahun 2012.
Pada titik inilah, Bupati Nganjuk mendatangi Kementerian Kehutanan RI di Jakarta. Ia sampai harus bolak-balik Nganjuk-Jakarta, membawa berbagai persyaratan yang dibutuhkan untuk meyakinkan pemerintah pusat agar mendukung dan menyetujui pembangunan Bendungan Semantok.
Tak hanya di Kementerian Kehutanan, upaya yang sama juga dilakukan di beberapa instansi terkait lainnya di pusat maupun provinsi. Salah satunya Kementerian PUPR. Di tahun-tahun berikutnya, ia terus melakukan upaya tersebut secara konsisten.
Rencana besar itu dipegangnya secara teguh, didasari dengan kemauan yang tinggi. Kendatipun disadari banyak rintangan yang dihadapi, termasuk soal keterbatasan kemampuan penggunaaan dana APBD.
Sekitar tahun 2014, upaya pemerintah daerah Nganjuk semakin diperluas dengan meyakinkan lebih banyak pihak. Antara lain menghimpun dukungan DPRD Nganjuk, BBWS Brantas, hingga secara intens melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar.
Ternya tidak mudah untuk meyakinkan pihak-pihak yang dimaksud. Tidak semata dari segi modal pembiayaan, tetapi juga sangat menguras tenaga dan pikiran. Apalagi, saat itu Kabupaten Nganjuk menjadi satu-satunya kabupaten yang berani menganggarkan pos APBD untuk pembangunan waduk atau bendungan. Khususnya dalam pelaksanaan DED maupun pembiayaan konsultannya.