Akhirnya, dalam rapat disetujui bahwa Bendungan Semantok dibangun di lokasi hilir sungai di Desa Sambikerep, dengan dua catatan atau persyaratan khusus. Pertama, permasalahan sosial menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Nganjuk. Lalu yang kedua, perencanaan lanjutan dilaksanakan melalui anggaran APBD Nganjuk. Dengan penuh kepercayaan diri, Taufiqurrahman sebagai Bupati Nganjuk langsung menyetujui hasil kesepakatan rapat tersebut.
Berbekal ‘lampu hijau’ dari Kementerian PUPR tersebut, proses perencanaan Bendungan Semantok berlanjut pada tahun 2014 dengan melakukan kegiatan Survei Investigasi Desain (SID) yang berbiaya Rp 1,5 miliar. Berikutnya, pada tahun 2015 juga disusun Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Bendungan Semantok. Di tahun yang sama pula dilaksanakan Studi Pemantapan Desain dengan nilai sebesar Rp. 2,5 miliar. Lalu disambung dengan kajian pengambilan bahan material Bendungan Semantok senilai Rp 1,5 miliar pada tahun 2016.

Tim dari BAPPEDA Nganjuk Mulai Turun ke Lokasi
Pada periode ini, tim dari BAPPEDA Nganjuk juga mulai turun ke lokasi lahan yang diproyeksikan menjadi bendungan. Mereka mengkaji kawasan hutan milik Perhutani KPH Nganjuk dan sebagian lahan pemukiman warga, yang berada di Pegunungan Kendeng, Kecamatan Rejoso, di belahan utara Kabupaten Nganjuk.
Di dalam tim tersebut, Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) BAPPEDA Nganjuk Purwo Bujono ditunjuk sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) perencanaan Bendungan Semantok.
BAPPEDA termasuk terlibat banyak dalam keseluruhan perjalanan proyek Bendungan Semantok. Ia mengawal sejak tahap perencanaan hingga bendungan siap diresmikan. Ia juga menjadi ujung tombak di lapangan, sejak dari survei lapangan hingga relokasi lahan terdampak.
Ketika memulai perencanaan Bendungan Semantok, PPTK berkoordinasi intens dengan berbagai pihak, baik di internal Pemkab Nganjuk maupun pihak terkait di luar pemerintahan. Di dalamnya termasuk Kuswodiyono dan perkumpulan para petani pemakai air, terutama dalam rangka mengurus perizinan kawasan hutan yang digunakan sebagai badan bending, genangan dan pengambilan material borrow dan quarry-nya.
Pemilihan lokasi pembangunan Bendungan Semantok juga melalui serangkaian survei dan kajian panjang. Hingga akhirnya ditetapkan titik lokasinya berada di wilayah Dusun Kedungpingit, Desa Sambikerep dan Dusun Kedungnoyo, Desa Tritik. Kedua desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Rejoso. Lahan setempat dinilai paling ideal di antara beberapa alternatif lainnya.
Sebelumnya, sempat dicoba lahan di atasnya lagi, yang oleh warga sekitar disebut Kedungmejo. Namun ternyata setelah dikaji, lahannya tidak terlalu luas. Berbeda dengan lokasi terpilih saat ini, yang mampu menyediakan lahan bendungan seluas hampir 700 hektare. Lebih tepatnya 674,38 hektare, dengan area genangan seluas 365 hektare.
Selama proses perencanaan hingga penetapan lokasi Bendungan Semantok, koordinasi pelakanaannya dibawah Kepala Bidang (Kabid) Litbang BAPPEDA Nganjuk Sarno hingga pucuk komando pemerintah daerah saat itu, Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
Sejak awal begitu Tim BAPPEDA selalu bersemangat mengerjakan perencanaan Bendungan Semantok. Apalagi setelah ia mengetahui akan banyak sekali manfaat positif yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Ia menyebutnya antara lain bendungan bisa mereduksi banjir, meningkatkan indeks pertanaman hingga sebanyak 2.000 hektare, dan juga berpotensi menjadi kawasan wisata baru.
Dalam perjalanannya kemudian, Pemkab Nganjuk akhirnya berhasil meyakinkan pemerintah pusat untuk membangun megaproyek Bendungan Semantok. Di mana, bendera start pekerjaan fisiknya pertama kali dikibarkan oleh Kementerian PUPR pada Desember 2017.
Untuk diketahui, Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sungai Brantas membangun Bendungan Semantok dengan biaya konstruksi sebesar Rp1,7 triliun, dari alokasi semula yang disiapkan Rp 1,9 triliun.
Pelaksanaan pembangunannya terdiri dari dua paket pekerjaan, masing-masing paket 1 yang dikerjakan oleh kontraktor pelaksana PT Brantas Abipraya yang berbiaya Rp 909,722 miliar. Kemudian paket 2 dikerjakan PT Hutama Karya yang bernilai Rp 840,202 miliar. Keduanya diketahui adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Bendungan Semantok didesain dengan tipe zona inti tegak yang memiliki tinggi 34 meter, lebar puncak bendungan 9 meter dan panjang puncak bendungan 3.005 meter (3 kilometer lebih). Adapun volume tampungnya 32,67 juta meter kubik.
Dari angka-angka yang menjabarkan dimensi fisik bendungan tersebut, yang tampak menonjol adalah puncak bendungan atau mercu bendungan yang mencapai 3.005 meter. Di mana, angka tersebut ternyata memecahkan rekor terpanjang tidak hanya di Indonesia, tetapi se-Asia Tenggara.
Bendungan kebanggaan masyarakat Nganjuk itu bakal menjadi bendungan terpanjang se-Asia Tenggara. Hal itu juga diamini oleh sejumlah pejabat Pemkab Nganjuk yang terlibat dalam proses pembangunannya.
Yang lebih akurat, rekor tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Utama PT Brantas Abipraya, Sugeng Rohadi, di tengah merampungkan pekerjaan fisik Bendungan Semantok pada 7 September 2021 lalu. PT Brantas Abipraya dipercaya oleh pemerintah pusat untuk mengerjakan 15 proyek bendungan di seluruh Indonesia. Di mana, 3 dari 15 bendungan tersebut sangat istimewa. Masing-masing Bendungan Bener di Purworejo Jawa Tengah yang akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia. Lalu Bendungan Semantok di Nganjuk Jawa Timur yang akan menjadi bendungan terpanjang se-Asia Tenggara. Serta, Bendungan Ciawi di Jawa Barat yang akan menjadi bendungan kering pertama di Indonesia.
Pembangunan Bendungan Semantok bisa berjalan dengan cepat, karena telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Dasar penetapannya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 tahun 2020, yang merupakan perubahan ketiga atas Perpres Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Pekerjaan fisik Bendungan Semantok memang ditangani oleh pemerintah pusat. Namun, bukan berarti tugas Pemkab Nganjuk selesai. Pada awal 2020, ketika Pemkab Nganjuk menginisiasi rapat gabungan yang dihadiri oleh pejabat forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda) bersama rekanan dan pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Di mana, forum pertemuan tersebut menelurkan rekomendasi untuk segera melakukan tahap penimbunan di lokasi proyek.
Tim BAPPEDA bersama dengan pelaksana proyek yaitu BBWS Brantas ikut mengawal tahap penimbunan proyek tersebut, termasuk dengan menggelar sosialisasi kepada publik terkait dampak pekerjaan pengangkutan material timbunan. Khususnya kepada masyarakat yang tinggal dj sepanjang rute pengambilan tanah timbunan dari Desa Salamrojo, Berbek ke lokasi Bendungan Semantok di Rejoso.
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
Selain pekerjaan penimbunan, tim BAPPEDA Nganjuk saat itu juga disibukkan dengan pengurusan dan pengelolaan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Lalu, menyelesaikan perizinan tukar menukar kawasan hutan (TMKH). Terutama, menyiapkan lahan relokasi yang akan ditempati oleh 265 kepala keluarga (KK) warga terdampak.
Di luar tujuan utama pembangunan Bendungan Semantok sebagai penyedia air dan mencegah banjir, BAPPEDA saat ini juga sudah menyiapkan rancangan pengembangan kawasan pariwisata di sekitarnya. Ia sangat optimistis bahwa Bendungan Semantok akan menjadi ikon wisata baru Kabupaten Nganjuk.
Selain karena lokasinya yang sangat strategis, yakni di jalur utama penghubung Kabupaten Nganjuk dengan Kabupaten Bojonegoro, Purwo juga melihat potensi pemandangan eksotis hamparan bendungan dari perbukitan di sekitarnya. Itu adalah potensi besar dan tidak boleh diabaikan begitu saja.
Selain karena lokasinya yang sangat strategis, yakni di jalur utama penghubung Kabupaten Nganjuk dengan Kabupaten Bojonegoro, juga terlihat potensi pemandangan eksotis hamparan bendungan dari perbukitan di sekitarnya. Itu adalah potensi besar dan tidak boleh diabaikan begitu saja.
Karena itu ia berharap, seluruh instansi dan perangkat terkait, untuk mempersiapkan promosi Bendungan Semantok sebagai destinasi wisata baru di Kabupaten Nganjuk.
Bendungan Semantok diyakini akan menjadi pusat wisata andalan baru, yang bisa dinikmati turis dari dalam dan luar kota, bahkan mancanegara. Namun yang lebih penting lagi, bisa mengangkat perekonomian warga di sekitarnya.
Tulisan diambil dari buku Historiografi Bendungan Semantok (2022); Penulis : Sukadi, S.Pd., MM.Pd.; Panji Lanang Satriadin, S.IP.; Asti Hanifa, S.Ak