Nganjuk, anjukzone.id – Rencana pembangunan jembatan lama Kertosono terus menuai pro dan kontra. Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Nganjuk menghendaki pembangunan terus berjalan meski harus menghancurkan struktur yang lama. Alasannya, struktur jembatan yang sudah berumur lebih dari 100 tahun itu dapat kembali memulihkan akses jalan bagi warga yang sempat terputus. Alasan lain, karena status jembatan lama Kertosono belum ditetapkan sebagai cagar budaya (CB).
Sebagaimana ditulis pada https://suarajatimpost.com/bupati-nganjuk-tegaskan-jembatan-lama-kertosono-bukan-cagar-budaya, “Jembatan Kertosono itu bukan cagar budaya. Ojok Mbok aduk-aduk digawe cagar budaya. Data resmi tidak menyebut jembatan itu sebagai cagar budaya,” kata Bupati Nganjuk, Marhaen Djumadi, Jumat, 1 Agustus 2025, usai melantik petinggi pratama di Nganjuk.

Menurut Marhaen, fokus utama pemerintah saat ini adalah memastikan keselamatan pengguna jalan dan kelancaran lalu lintas. Secara teknis, jembatan tersebut dinilai sudah tidak layak dan berpotensi membahayakan jika tetap digunakan.
“Kami masih mengajukan, dan belum dibuat cagar budaya. Dan bisa dicek, dulu itu namanya Treteg Kertosono,” ujarnya.
Marhaen menambahkan, meskipun bangunan itu tergolong tua, penetapan sebagai cagar budaya harus melalui proses legal formal dan kajian mendalam oleh instansi berwenang. Dia mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu di media sosial dan sebaiknya menunggu informasi dari sumber resmi.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Nganjuk, Yuli Kuntadi, SH., MH., membenarkan bahwa jembatan lama Kertosono masih berstatus sebagai obyek diduga cagar budaya (ODCB) dan belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Namun demikian, dalam pengelolaan, pelestarian, pelindungan, penyelamatan, dan pengamanan ODCB dan CB perlakuannya sama.
Pasalnya, ODCB jembatan lama Kertosono memenuhi kriteria diusulkan sebagai struktur cagar budaya, lantaran, berusia 50 puluh tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 puluh tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau kebudayaan; dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
“Cek pasal 5 Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya,” jelas pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini.
Sebenarnya tidak hanya ODCB jembatan lama Kertosono saja yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Hampir seluruh benda-benda bersejarah di Nganjuk masih berstatus ODCB.
“Di Nganjuk baru ada tiga peninggalan berjarah yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, yaitu Masjid Al Mubarok Berbek, Candi Lor Loceret, dan Candi Ngetos,” tegasnya.
Yuli Kuntadi justru mengusulkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Nganjuk untuk pemeliharaan jembatan lama Kertosono sebagai upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik ODCB tetap lestari.
Terkait upaya pembangunan jembatan lama Kertosono, TACB Kabupaten Nganjuk sangat mendukung asal tidak sampai mengubah konteks sejarahnya. Hal yang paling mungkin adalah pemugaran. Yaitu pengembalian kondisi fisik struktur ODCB yang terlanjur rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
“Bisa saja dibangun kembali dengan cara dipugar, tapi iya harus mengikuti amanat undang-undang tentang cagar budaya. Atau bangun saja jembatan baru di kanan atau kiri jembatan lama sehingga pembangunan jembatan baru terealisasi dan jembatan lama tetap selamat,” pungkasnya.
Reporter : Sukadi
Editor : Dea