Menu

Mode Gelap
Ribuan Ha Hutan Gunung Wilis Zona Utara Sangat Kritis, Potensi Sebabkan Banjir Besar Misionaris Katolik Roma Pendiri Klinik Perusahaan Gula Nganjuk 100 Hari Kerja Bupati dan Wakil Bupati Nganjuk Genjot PAD Lewat Pajak dan Retribusi Warga Warujayeng Bangun Paseban Agung Tandai Jejak Kerajaan Hring Tak Mampu Merawat ODCB, Warga Nganjuk Hibahkan Tempayan Kuno ke Museum Anjukladang Ucapan Bentuk Bibit Lebih Efektif, Kotasejuk Berharap Bupati Nganjuk Terpilih Pro Iklim

Budaya

Viral…Ditemukan Makam Kuna di Nganjuk Diduga Bupati Sidoarjo Era Kolonial

badge-check


					Makam Mas Prawiro Sudjono, Bupati Sidoarjo di Makam Keluarga Desa Mangunsari, Kecamatan Pace, Nganjuk (foto_sukadi) Perbesar

Makam Mas Prawiro Sudjono, Bupati Sidoarjo di Makam Keluarga Desa Mangunsari, Kecamatan Pace, Nganjuk (foto_sukadi)

Nganjuk, anjukzone.id – Tiga makam kuna ditemukan di Desa Mangunsari, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Dua makam berada dalam cungkup, dan satu lagi di luar cungkup.

Yang mengejutkan, salah satu makam dalam cungkup diduga pernah menjabat Bupati Sidoarjo dan Bojonegoro, bernama Mas Prawira Sudjana. Dan, di sampingnya terdapat makam Mas Ajeng Prawira Sudjana yang diduga istri Mas Prawira Sudjana. Sedangkan di luar cungkup terdapat lagi makam kuno bernama Mas Talip Prawira Hadi Widjaya.

Menariknya, ketiga makam kuna tersebut terdapat tulisan huruf Jawa Carakan, yang menyebutkan nama orang yang dimakamkan dan tahun meninggalnya dalam kalimat sengakalan.

Pada makam pertama, selain terbaca nama Mas Prawira Sudjana, terbaca kata muksa yang berarti meninggal dan kalimat Mulat Guna Salira Tunggal. Bila dibaca dari belakang menyebutkan angka tahun Jawa 1832 atau 1902 Masehi.

Pada makam kedua, makam istri Mas Prawira Sudjana, selain terbaca nama Mas Ajeng Prawira Sudjana, juga terbaca kata muksa dan kalimat sengkalan yang sulit terbaca karena aus.

Makam Mas Ajeng Prawiro Sudjono, istri Mas Prawiro Sudjono (foto_sukadi)

Sementara, makam di luar cungkup, selain terbaca nama Mas Talip Prawira Hadi Wijaya, juga terbaca kata muksa dan kalimat sengkalan Guna Mulat Ngesti Widi. Bila dibaca dari belakang menyebutkan angka tahun Jawa 1823 atau 1893 Masehi.

Makam Mas Talip Prawira Hadi Wijaya (foto_sukadi)

Ketiga makam kuna tersebut berada dalam satu kompleks makam keluarga, dikelilingi tembok berukuran 12 meter x 18 meter, serta makam-makam lain di luar tembok. Diduga, makam-makam yang berada di dalam tembok, masih satu keluarga dengan ketiga makam kuno tersebut. Melekat pada tembok makam juga dikelilingi bangunan pondok pesantren dan masjid besar. Pada bagian atap masjid terdapat tulisan angka tahun 1880. Diduga angka tahun ini, menunjukkan tahun bangunan masjid berdiri.

Pernah Jabat Pj. Bupati Sidoarjo

Menurut keterangan Aries Trio Effendy, anggota Komunitas Pecinta Sejarah dan Ekologi Nganjuk atau Kotasejuk, menyebutkan bahwa Mas Prawira Sudjana awalnya menjabat sebagai Wedono Berbek tahun 1879. Kemudian pada tahun 1913, ia dimutasikan sebagai Wedono Tenggarong Banyuwangi. Pada tahun 1932, Prawira Sudjana karirnya meningkat menjadi Patih Kabupaten Sidoarjo dan merangkap sebagai Pj. Bupati Sidoarjo.

Terakhir, ia menjabat sebagai Bupati Bojonegoro dengan nama gelar Raden Tumenggung Prawira Sudjana tahun 1937.

“Dia menggantikan Bupati Bojonegoro, Raden Adipati Aria Koesoema Adinegara yang diberhentikan dari jabatan bupati karena diduga kesandung kasus korupsi pembangunan Waduk Pacal Bojonegoro,” jelas Aries Trio .

Hingga pada akhir karirnya, Mas Prawira Sudjana meninggal dan jenazahnya dimakamkan di bumi kelahirannya di Desa Mangunsari, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk.

“Kemungkinan, setelah menjabat sebagai Bupati Bojonegoro, Mas Prawira Sudjana Kembali ke kampung halamannya hingga meninggal dan dimakamkan di bumi kelahirannya,” tambahnya.

Layak Direkomenasikan Penetapan Cagar Budaya

Menurut Sukadi, Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Nganjuk, Ketiga makam kuna tersebut layak direkomendasikan menjadi situs cagar budaya peringkat Kabupaten Nganjuk.

“Pasalnya, telah memenuhi syarat penetapan sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya,” terang Sukadi.

Lanjutnya, pada pasal 5 disebutkan bahwa benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, atau struktur cagar budaya apabila memenuhi kriteria: berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; memiliki masa gaya paling singkat berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Sementara pada pasal 9, lokasi dapat ditetapkan sebagai situs cagar budaya apabila: mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan atau struktur cagar budaya, dan menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.

Selanjutnya, Pasal 44 menyebutkan bahwa cagar budaya dapat ditetapkan menjadi cagar budaya peringkat kabupaten/kota apabila memenuhi syarat: sebagai Cagar Budaya yang diutamakan untuk dilestarikan dalam wilayah kabupaten/kota; mewakili masa gaya yang khas; tingkat keterancamannya tinggi; jenisnya sedikit, dan/atau jumlahnya terbatas.

Sedangkan situs Makam Mas Praiwira Sudjana ini  telah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai benda cagar budaya karena berusia lebih dari 50 tahun dan memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan agama.

Memiliki arti khusus bagi sejarah karena makam ini merupakan makam seorang pejabat penting pada masa Kolonial Belanda dan memiliki karir yang baik dalam pemerintahan.

Sedangkan ditinjau dari ilmu pengetahuan ditunjukkan pada bentuk arsitektur bangunan cungkup relatif pendek sehingga para peziarah secara otomatis harus sedikit menunduk apabila masuk.

“Ini   menunjukkan bahwa yang dimakamkan adalah orang terhormat atau pejabat,” tambahnya.

Bila ditinjau dari arti nilai pendidikan, bukti ditunjukkan adanya tulisan pada makam adanya huruf Jawa Carakan. Terutama pada kalimat sengakalan yang menunjukkan angka tahun, dapat dikaji kapan peristiwa terjadi.

Berikutnya, ditinjau dari arti agama. Bentuk nisan menjukkan bahwa sang tokoh adalah pemeluk agama Islam, dan makamnya berlokasi di belakang masjid besar dalam kompleks pondok pesantren.

“Lebih-lebih, menurut informasi dari alhli waris, lahan pondok pesantren dan masjid tersebut hasil wakaf dari keluarga Mas Prawira Sudjana. Jadi secara implisit, sang tokoh memiliki kontribusi terhadap penyebaran agama Islam di desa tersebut,” tagas Sukadi.

Sayang sekali, berdasarkan hasil pembacaan sengkalan dalam makam tidak singkron dengan akhir masa karir dan peristiwa meninggalnya Mas Prawira Sudjana. Pada kalimat sengkalan menunjukkan angka tahun 1902, sementara Mas Prawira Sudjana mengakhiri karirnya pada tahun 1937.

“Agar bisa ditetapkan sebagai situs cagar budaya, dibutuhkan kajian lebih lanjut,” pungkasnya.

Reporter: Puji Astutik

Editor: Deasy

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Ribuan Ha Hutan Gunung Wilis Zona Utara Sangat Kritis, Potensi Sebabkan Banjir Besar

11 Maret 2025 - 23:01 WIB

Misionaris Katolik Roma Pendiri Klinik Perusahaan Gula Nganjuk

7 Maret 2025 - 12:15 WIB

100 Hari Kerja Bupati dan Wakil Bupati Nganjuk Genjot PAD Lewat Pajak dan Retribusi

7 Maret 2025 - 01:49 WIB

Warga Warujayeng Bangun Paseban Agung Tandai Jejak Kerajaan Hring

23 Februari 2025 - 08:52 WIB

Tak Mampu Merawat ODCB, Warga Nganjuk Hibahkan Tempayan Kuno ke Museum Anjukladang

23 Februari 2025 - 08:13 WIB

Trending di Budaya